Menyingkap Sejarah Merkurius : HUJAN METEOR YANG GEMERLAP

Posted by : arsipart February 2, 2024 Tags : Komet , Merkurius , Meteor

 

 

Planet Merkurius hujan meteor

Pendar di langit yang berkelebatan bagai hujan cahaya di langit kerap kita sebut (ber-) jatuhan. Benarkah begitu? Fenomena apakah ini?

Biasanya kita mengenal hujan meteor pada waktu tertentu ketika Bumi melewati jejak sisa material komet. Contohnya, pada bulan April ( tahun 2006) ini ada hujan meteor  Lyrids di arah  rasi Lyra (terbit di arah timur setelah lewat tengah malam) dari sisa materi komet Thatcher. Materi kecil yang berada yang berada di luar bumi atau meteoroid masuk ke atmosfir Bumi dengan kecepatan yang amat tinggi. Energi kinetiknya berubah menjadi energi  panas, yang mengakibatkan meteorid  tersebut berpijar yang kemudian dinamakan meteor.

Dalam film fiksi ilmiah seperti Armageddon dan Deep Impact kita melihat hujan meteor yang tidak biasa karena bersumber dari komet yang terlebih dulu dihancurkan manusia ketika hendak menabrak bumi.

Apakah meteor itu berasal dari sisa komet, asteroid, satelit alam atau planet? Yang pasti, ketika jumlahnya besar dalam rentang waktu tertentu akan disebut hujan meteor (di bawah  200 buah per jam) atau badai meteor (di atas 200 buah per jam).

Meteor yang berasal dari perpindahan materi antarkelompok planet dalam dari Merkurius hingga Mars adalah sebuah keniscayaan seperti ditemukannya meteorid (benda antariksa yang tiba di permukaan Bumi) di Kutub Bumi yang berasal dari Mars. Dengan mempelajari meteorit, hal itu akan membantu  memahami sejarah sumber meteorit.

Apakah kejatuhan meteorit dari Mars juga melewati fase hujan meteor ? sejauh ini penulis belum menemukan kajian tentang hal ini. Demikian halnya dengan Venus. Namun, sebuah kajian terbaru mendapatkan bahwa justru planet Merkurius-lah yang pernah memberikan pertunjukan indah berupa hujan meteor amat gemerlap 4,5 milliar tahun lalu.

Bagaimana bisa?

Sekitar 4,5 milliar tahun lalu , ketika planet-planet dan satelit alam di Tata Surya mulai terbentuk, terdapat banyak sisa materi dalam berbagai macam ukuran. Materi materi tersebut terus bergerak kea rah matahari  juga ke arah planet, tergantung seberapa kuat gravitasi yang memengaruhi sisa materi tersebut.

Semakin dekat sebuah planet yang terbentuk dari Matahari,maka akan mendapat kunjungan  berupa tabrakan dari sisa materi lebih banyak. Akibatnya, akan kian banyak kawah yang terbentuk di permukaanya.

Pemikiran ini dimotori oleh astronom Uni Sovyet seusai Perang Dunia II yang bernama Victor Safronov. Namun, banyak yang menyangsikan . Apalagi pada saat itu teknologi pengamatan antariksa belum berkembang pesat untuk bisa mengamati permukaan planet  dengan akurat.

Manusia bisa mengamati bahwa di Bulan, memang terdapat banyak kawah sebagai akibat tabrakan benda antariksa. Demikian halnya di permukaan bumi . tetapi,manusia belum bisa membandingkan  dengan dengan kondisi planet lain,terlebih Merkurius dan Venus. Kedua planet tersebut masih menjadi misteri.Venus diselimuti atmosfer tebal,tidak terlihat permukaannya. Merkurius terlalu dekat dengan Matahari sehingga sulit diamati.

Lebih dari satu decade sejak Safronov memublikasikan teorinya, astronom AS, George Wetherhill, menghitung dengan lebih cermat melalui alat hitung lebih canggih pada masa itu. Ternyata perhitungan  Wetherhill menguatkan teori Safronov.

Teori akan berarti ketika dibuktikan kebenarannya melalui percobaan. Dan untuk membuktikan  kebenaran tentang keberadaan banyaknya kawah di planet Merkurius yang terdekat dengan Matahari, harus dikirimkan  wahana antariksa.

Beruntung pada 3 November 1973 pesawat antariksa Mariner 10 milik AS diluncurkan ke Merkurius dan tiba pada 29 maret 1974. Mariner 10 mengirimkan lebih dari 1.800 foto, dan sebagian besar menggambarkan betapa banyaknya kawah di Merkurius akibat bombardemen materi sisa pembentukan Tata Surya.

Teori  Safronov.- Wetherhill terbukti benar melalui hasil pengamatan Mariner 10. Namun, Merkurius tetap menyimpan banyak pertanyaan sehingga masih perlu pengiriman wahana antariksa  kesana , seperti misi Messenger tahun 2005. Misi ini juga di dukung perhitungan melalui simulasi computer.

 

Simulasi Komputer

Simulasi Komputer ternyata membantu memahami Merkurius dari apa yang tidak bisa dilakukan oleh pengamatan seperti merekonstruksi sejarah hidupnya.

Rata rata jarak Merkurius ke Matahari sekitar 58 juta kilometer dan sejarak 92 juta kilometer dari Bumi. Merkurius akan terlihat dua jam sebelum Matahari terbit dan dua jam setelah Matahari terbenam. Diameter planet yang dalam mitologi Romawi sebagai Dewa perdagangan, perjalanan, dan pencuri ini hanyalah 0,382 persen diameter bumi. Meskipun planet kecil, kerapatan Merkurius tergolong besar, yaitu 5,44 gr/cm3 dikarenakan sebagian besar materinya di inti planet adalah logam berupa besi dan nikel. Hal ini menimbulkan keanehan.

Simulasi computer mencoba menjelaskan. Ternyata kurang lebih 4,5 milliar tahun lalu sebuah asteroid raksasa berkecepatan 25 km/detik menabrak Merkurius ketika dalam fase protoplanet.

Begitu hebatnya tabrakan itu sehingga hampir seluruh materi di lapisan luar Merkurius terlepas dan menyebabkan ukuran Merkurius terlepas dan menyebabkan ukuran Merkurius berkurang 35 persen. Seandainya Merkurius bukan planet yang dekat dengan Matahari, maka dalam kurun 4 juta tahun setengah dari massa yang terlontar akan kembali membentuk lapisan luarnya. Seperti halnya proses terbentuknya Bulan. Ketika itu sebuah benda raksasa bertabrakan dengan protoplanet Bumi, kemudian pecahan materialnya membentuk Bulan dan sebagian lagi kembali ke Bumi.

Berbeda dengan kondisi Bulan-bulan , akibat radiasi Matahari, material Merkurius yang terlontar menimpa planet lain, terutama Venus dan Bumi, bahkan ke ruang antarbintang. Dari keseluruhannya sebesar 16 juta milliard ton atau 1,6 x 10 pangkat 19 kg menimpa Bumi dan memunculkan hujan meteor gemerlap.

Simulasi diatas dilakukan oleh Dr,Jonti Horner dan timnya dari Universitas Bern Swiss yang dipresentasikan  pada pertemuan ilmiah masyarakat astronomi kerajaan Inggris 5 April 2006.

Sumber                : KOMPAS /,Jum’at,  21 April  2006.

Kolom                   : MUDA, IPTEK,  halaman : 50

Penulis                 : Taufiq  (Klub Astronomi Bondowoso).

RELATED POSTS
FOLLOW US